Satu minggu lagi Noni merayakan ulang tahunnya yang ke-17. Dia ingin sekali tepat di hari jadinya besok ada sesuatu hal baru yang ia lakukan, tentunya membawa manfaat positif bagi orang di sekitarnya. Tapi apa, ya? Noni terlihat sedikit kebingungan, otaknya dipacu untuk berpikir sambil sesekali mengerut-ngerutkan dahinya. Tubuhnya yang sedari tadi berbaring di tempat tidur pun terus diguling-gulingkan. Hingga akhirnya matanya melirik ke meja belajar ada sebuah celengan ayam menebar senyum rupiah.
“Aha!,” teriak Noni kegirangan.
Dengan spontan dia turun dari tempat tidurnya menuju meja belajar. Celengan ayam itu lalu diangkat-angkat ke atas kepala dengan wajah girang. Namun beberapa saat kemudian wajah Noni kembali tertekuk-tekuk. Dengan perasaan kesal dia menghempaskan badannya ke tempat tidurnya kembali.
“Tapi mau diapain uangnya?”
Noni memejamkan matanya sambil memeluk dan mengelus-elus celengannya.
“Pesta kali, ya? Pasti seru, nih? Tapi….. bukan cuma makan-makan aja! Bukannya setiap hari temen-temen makan, nggak bermanfaat dong! Terus yang bermanfaat apa dong?”
Akhirnya Noni memutuskan untuk bertanya pada ibunya atau Mas Herjun barang kali aja ada setitik sinar terang. “Pasti mereka lebih berpengalaman,” gumam Noni.
Ibu Noni sedang duduk-duduk di teras belakang sambil ngobrol dengan Mas Herjun yang ditemani dua cangkir teh sebagai penghangat suasana.
“Bu….” panggil Noni dengan manja.
“Apa? Sini-sini, Nak. Kok bawa celengan segala?”
Noni segera mendekat, di sebelah kursi ibu menjadi pilihannya untuk duduk. Noni pun menceritakan apa yang menjadi konflik kepada ibunya dengan sedetil-detilnya. Ibu pun sesekali mengangguk, tanda mengerti apa yang dirasakan Noni. Lalu tiba-tiba Mas Herjun menceletuk menanggapi cerita Noni.
“Non, kalau pengen bermanfaat, kasihin aku aja, dijamin berguna 100%.”
“Ah Mas Herjuuunnn….hobinya ngerjain,” teriak Noni sedikit kesal.
Ibu pun melerai kedua kakak beradik yang seperti anjing dan kucing itu. Kemudian beliau mengajak Noni dan Mas Herjun untuk memecah serta menghitung celengan milik Noni. Selembar demi selembar dijadikan satu dan recehannya pun tak luput ikut dihitung.
“Non, jadi uang kamu seluruhnya Rp. 213.100, Rp. 200.000-nya biar ibu belanjakan untuk masak nasi ayam dan nanti dibagikan untuk pengemis dan gelandangan. Mereka nggak setiap hari makan dengan mudah lho, Noni. Dan Rp. 13.100-nya Debi dan Mas Herjun-mu mie ayam, pasti mereka ngerti.”
“Yee… ibu emang pinter. Tapi Bu, boleh nggak bagi-bagiinnya sehari sebelum Noni ultah! Jadi pas hari H Noni bisa seneng-seneng sama Debi, Mas Herjun, Ibu dan lain-lainlah.”
“Boleh.”
Noni merasa senang dengan ide ibu yang bijak, dia terus saja memeluk ibunya dengan perasaan gembira yang sangat dalam.
***** ****** *****
Hari yang dinantikan untuk membagi makanan gratis telah tiba. Mereka sekeluarga terlihat begitu sibuk mempersiapkan segala kebutuhan. Ibu terlihat menghitung bungkusan nasi, Mas Herjun dan Noni memasuk-masukkan bungkusan tersebut ke dalam kardus bekas mie. Sedangkan Bapak memanaskan mobil bututnya untuk mengangkat makanan tersebut ke jalan Gondomanan yang dipilih sebagai tempat membagi bungkusan makanan.
Sesampainya disana, Mas Herjun dan Noni memanggil-manggil pengamen dan pengemis. Wah… mereka berbondong-bondong datang dan berebut kemudian memakan dengan lahap. Noni begitu terharu melihat kejadian tersebut, matanya terlihat begitu berkaca-kaca dan dalam hatinya Noni berseru “Terimakasih, Tuhan”. Ibu menepuk bahu Noni dengan kasih sayang.
“Gimana Noni? Senang?”
“Ya… terima kasih Bu, Bapak, Mas Herjun”. Noni begitu merasa 17 tahun manis yang kurang sehari ini benar-benar indah. Dia baru menemukan energi positif yang bisa diambil dari kaum dhuafa yang setiap hari bergeliat di teriknya matahari.
Paginya di sekolah Noni datang dengan penuh pesona, wajahnya jadi lebih terlihat cute. Tepat 5 Agustus ini Noni genap berusia 17 tahun. Dia pun bersiap-siap menerima banyak ucapan selamat dari teman sekolahnya.
Sampai di kelas Noni memanggil Debi yang baru sibuk mencontek PR Lastri.
“Debi!!” panggil Noni.
Debi melihat sekilas ke wajah sahabatnya lalu terus mengerjakan PR-nya lagi. Noni pun mendekat ke Debi sambil menaruh tasnya di tempat duduknya, ya tentunya di samping bangku Debi.
“Debi sayang… kamu inget hari ini hari apa?”
“Hari Senin” jawab Debi cuek.
“Iya, hari ini ada hari spesial kan, Deb??”
“O… iya aku inget, hei temen-temen liat sini deh. Ini lho hari spesial selebritis yang bagi-bagi makanan buat kaum dhuafa. Ulang tahun bukan traktir kita, malah dibagi-bagiin ke orang”, kata Debi pedas.
“Hu… uuuu,” teman sekelas Noni meneriakinya.
Noni kecewa dengan kata-kata Debi, lalu dia terdiam dan mencerna apa yang selama ini ia lakukan, apakah ada yang salah atau menyakitkan orang lain.
Waktu di sekolah terasa begitu lambat berjalan, Noni tetap tegar, mungkin ini proses pendewasaan di hari jadinya. Sampai di waktu pulang sekolah, Rina teman sekelasnya mendekati.
“Heh… tuh dipanggil guru di ruang BP.”
“Di BP, emang aku kenapa?”
Noni berjalan menuju ruangan BP dengan sejuta pertanyaan di kepala.
Tok… tok… tok…
“Masuk,” ada seorang dari dalam menjawab, ketika dibuka perlahan-lahan daun pintu BP, Noni kaget teman-temannya banyak sekali di sana dan tiba-tiba Debi datang dari belakang dengan wajah sinis kemudian dia memunculkan sesuatu yang sehari tadi disembunyikan di balik punggungnya. Ternyata sebuah kue tart warna kuning serta lilin berbentuk angka 17 yang dinyalakan dengan api kecil. Lalu serentak teman-teman tersenyum dan menyanyikan lagu ulang tahun bersama.
“SELAMAT ULANG TAHUN NONI”
Thankssss…